top of page
Keyboard and Mouse

Kajian Kami

Indonesia telah lama terbebani oleh penanganan penyakit-penyakit terkait kebiasaan merokok. Prevalensi perokok di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Berikut berbagai kajian yang mendukung kebijakan cukai sebagai pengendali konsumsi cukai.

thumbnail dokumen Bunga Rampai.png

BUNGA RAMPAI
Menuju Optimalisasi Pengendalian Konsumsi Tembakau di Indonesia

Indonesia harus berjuang untuk pulih kembali dari situasi yang mengkhawatirkan akibat rokok sehingga SDM unggul untuk mencapai negara maju dapat tercapai. Hasil kajian dari Jaringan Pengendali Tembakau dalam 3 tahun terakhir memberikan pemikiran tertulis untuk menekan prevalensi perokok dan bahaya akibat rokok yang dirangkum dalam enam sub-topik utama yaitu: Perilaku Merokok di Masa pandemi COVID-19, Dampak Harga Rokok yang Masih Murah; Penerimaan Cukai dan Pajak Rokok; Efektivitas Kebijakan Cukai; Dukungan untuk Kenaikan Harga Rokok; serta Dampak Kenaikan Cukai bagi Petani, Pekerja Rokok, dan Pengendalian Rokok Ilegal. Bunga Rampai dari kajian-kajian tersebut diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah untuk dapat berbuat lebih dalam upaya pengendalian konsumsi rokok di Indonesia

thumbnail laporan.png

Hasil Phone Survei: Perubahan Status dan Perilaku Merokok setelah 10 bulan Pandemi di Indonesia

Penelitian ini mencoba menggali arah perubahan status dan perilaku merokok setelah lebih dari sepuluh bulan pandemi COVID-19 dan determinan perubahan status dan perilaku merokok. Dengan mengumpulkan data perwakilan pengguna telepon seluler secara nasional di Indonesia, penelitian ini melibatkan 1.082 responden berusia 15-65 tahun yang bekerja baik pada masa pra- maupun pasca-pandemi.

Thumbnail Policy Brief CEDS.jpeg

Policy Brief: Intervensi Penanganan COVID-19 di Indonesia Melalui Strategi Pengendalian Tembakau

Policy brief/rekomendasi kebijakan ini diinisiasi oleh CEDS Unpad dan Komnas PT. Rekomendasi kebijakan ini menggunakan data dari survei Komnas PT dan penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menunjukan ada kecenderungan naiknya konsumsi rokok dan pengeluaran untuk rokok saat pandemi. Sementara itu, dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan bahwa potensi kerugian akibat tembakau di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 531 triliun rupiah.

 

Sedangkan penerimaan negara di tahun yang sama dari cukai rokok hanya sebesar 147,7 triliun rupiah. Rekomendasi kebijakan ini menunjukkan bahwa ada potensi keuntungan ekonomi yang dapat diterima negara apabila menaikan cukai rokok secara signifikan pada saat pandemi. Beberapa poin rekomendasinya adalah: Meningkatkan kampanye bahaya rokok dan kaitannya dengan COVID-19; Menjadikan pengendalian konsumsi rokok sebagai salah satu fokus tanggung jawab Satgas Covid; Peningkatan cukai rokok yang signifikan untuk menaikan Harga Jual Eceran; Segera merevisi PP 109 tahun 2012; Peningkatan edukasi melalui GERMAS; dan Edukasi untuk berhenti merokok bukan beralih ke rokok elektronik.

Screenshot 2021-09-02 at 16.21.42.png

Beban Biaya Kesehatan Akibat Rokok (The 2019 Health Care Cost of Smoking in Indonesia)

Riset yang diiniasi oleh CISDI dan the University of Illinois Chicago (UIC) ini bertujuan untuk menyediakan perhitungan terkini tentang seberapa besar beban biaya kesehatan yang harus ditanggung negara dan masyarakat Indonesia untuk pengobatan penyakit akibat rokok.

 

Ditemukan bahwa meningkatnya prevalensi merokok di Indonesia secara positif berhubungan dengan meningkatnya beban biaya kesehatan yang mencapai 17,9 hingga 27,7 triliun rupiah. Angka ini jauh melebihi estimasi alokasi maksimum untuk kesehatan dari penerimaan cukai negara sejumlah kurang lebih 7,4 triliun rupiah saja.

Thumbnail Dokumen 8.jpg

Densitas dan Aksesibilitas Rokok Batangan Anak-Anak Usia Sekolah di DKI Jakarta: Gambaran dan Kebijakan Pengendalian

Studi PKJS-UI tahun 2021 ini membukti bahwa adanya penjualan rokok secara batangan dengan harga relatif terjangkau membuat anak-anak usia sekolah sangat mudah untuk mengakses pembelian rokok.

 

Ditambah lagi dengan relatif mudahnya akses warung rokok eceran di DKI Jakarta karena terdapat 1 warung rokok setiap 1.000 penduduk dan terdapat 15 warung setiap 1 km2 di DKI Jakarta. Selain itu, terdapat warung rokok eceran dengan radius ≤ 100 meter di area sekitar SD (21,67%); SMP (26,05%); dan SMA/SMK (15,63%) di DKI Jakarta.

Thumbnail Dokumen 7.jpg

Tingkat Prevalensi Merokok pada Anak di Indonesia: Efek Harga dan Efek Teman Sebaya

Studi PKJS-UI tahun 2020 ini membukti bahwa teman sebaya (peer effect) dan harga rokok (price effect) berpengaruh besar terhadap perilaku merokok terutama usia remaja, dimana semakin mahal harga rokok maka semakin turun prevalensi anak merokok.

Thumbnail Dokumen 6.jpg

Studi Kualitatif Kehidupan Petani Tembakau di Lombok Tengah, Pamekasan, dan Kendal di Tengah Upaya Pengendalian Konsumsi Rokok

Studi PKJS-UI tahun 2020 ini menemukan bahwa petani tembakau di Kabupaten Lombok Tengah, Pamekasan, dan Kendal masih belum sejahtera dan masih terjebak dalam kemiskinan. Komoditi tembakau diketahui bukan yang paling menguntungkan bagi petani karena biaya produksi yang sangat tinggi dan faktor cuaca yang tidak menentu.

 

Banyak petani mengeluhkan tata niaga tembakau yang sering merugikan petani sebagai price taker. Serapan tembakau petani mitra maupun swadaya di perusahaan sangat sedikit dan tidak menentu sehingga petani memiliki bargaining position yang lemah karena khawatir tembakau tidak laku.

 

Bermitra dengan perusahaan belum menjadi solusi yang efektif karena jumlah petani swadaya/mandiri sangat banyak jauh melebihi jumlah petani mitra, sedangkan kuota perusahaan terbatas. DBH CHT pun belum sepenuhnya dirasakan oleh petani.

Thumbnail Dokumen 5.jpg

Perilaku Merokok dan Dampaknya terhadap Kualitas Hidup pada Keluarga Penerima Dana Bantuan Sosial

Studi ini merupakan lanjutan dari studi kuantitatif mengenai keluarga penerima dana bantuan sosial di Jawa Timur, khususnya di Kota Malang dan Kabupaten Kediri pada tahun 2019. Studi ini menunjukkan bahwa kualitas hidup keluarga penerima bantuan sosial yang merokok terpengaruh karena pengeluaran dasar yang diperlukan keluarga tersubstitusi karena beban pembelian rokok.

 

Keterjangkauan harga rokok membuat masyarakat miskin penerima bansos tetap mempertahankan pembelian rokok dan sangat sulit berhenti merokok. Masalah lain timbul ketika pasangan sulit untuk mengingatkan agar berhenti merokok karena pada akhirnya akan menyebabkan konflik keluarga.

Padahal, terdapat keprihatinan dalam sisi kualitas

pendidikan dan kesehatan anak yang rendah. Semakin banyak jumlah investasi yang telah tergantikan oleh belanja rokok maka semakin buruk kualitas sumberdaya manusia keluarga.

Thumbnail Dokumen 4.jpg

Bantuan Sosial, Konsumsi Rokok, dan Indikator Sosial-Ekonomi Rumah Tangga di Indonesia

Studi PKJS-UI ini menunjukkan rumah tangga yang menerima bantuan sosial akan cenderung memiliki konsumsi batang rokok lebih tinggi. Penerima PKH memiliki konsumsi 3,5 batang/kapita per minggu lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima PKH, sedangan keluarga penerima Beras Sejahtera (Rastra) mengkonsumsi 4,5 batang okok/kapita/minggu dibandingkan dengan keluarga bukan penerima Rastra.

Thumbnail Dokumen 3.jpg

Perilaku Merokok Orang Tua dan Dampaknya pada “Stunting” dan Perkembangan Anak: Studi Kasus “Stunting” di Desa Bunderan Kabupaten Demak

Studi ini merupakan lanjutan dari studi kuantitatif mengenai bantuan sosial yang telah dilakukan PKJS-UI sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rokok memang dapat berpengaruh terhadap kemungkinan anak mengalami stunting dikarenakan terjadinya perubahan dari

konsumsi (konsumsi makanan diganti dengan konsumsi rokok) sehingga mengurangi jumlah makanan maupun kualitas nutrisi makanan. Namun, hal ini memang menjadi

faktor besar apabila terjadi di keluarga yang berpenghasilan rendah/miskin dikarenakan uang rokok akan menghabiskan persentase penghasilan lebih besar pada keluarga berpenghasilan rendah. Selain itu, pola asuh anak juga berperan besar dalam perkembangan anak dimana anak yang tidak teratur frekuensi makan, banyak memakan jajanan, dan tidak diberi ASI eksklusif akan lebih berisiko untuk mengalami stunting. Kemudian, faktor lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap stunting terutama mengenai kualitas air.

Thumbnail Dokumen 2.jpg

Perilaku Merokok Orang Tua
dan Dampaknya Terhadap Stunting dan Jebakan Kemiskinan

Studi PKJS-UI tahun 2018 ini menemukan adanya kaitan antara orang tua perokok dan tumbuh kembang anak. Berdasarkan data panel Indonesian Family Life Survey (IFLS), anak-anak dari orang tua perokok (perokok kronis) memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan secara rata-rata lebih rendah 0,34 cm, jika dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua bukan perokok.

 

Keluarga dengan orang tua perokok cenderung memiliki anak yang tumbuh dalam kondisi stunting. Selain itu, ditemukan juga adanya keterkaitan yang kuat antara konsumsi rokok di masa lalu dengan kondisi kemiskinan di masa yang akan datang. Kenaikan konsumsi rokok sebesar 1% akan mengakibatkan kemungkinan kenaikan tingkat kemiskinan sebesar 6 persen poin.

1.png

Perilaku Merokok dan Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup pada Keluarga Penerima Dana Bantuan Sosial

Studi ini dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Universitas Indonesia, dan Universitas Negeri Malang. 

Ringkasan:

Pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin dan kelompok rentan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sayangnya, efektivitas bantuan sosial terhalang oleh perilaku merokok. Penelitian dilakukan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview). Subjek penelitian adalah keluarga penerima bantuan sosial yang tinggal di Kota Malang (mewakili wilayah perkotaan) dan Kabupaten Kediri (mewakili wilayah pedesaan). Diperoleh masing-masing lima keluarga pada kedua lokasi sehingga total subjek penelitian adalah sepuluh keluarga. Dari penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar keluarga penerima bantuan sosial memiliki anggota keluarga yang perokok berat. Akibat dari perilaku merokok adalah anggaran belanja kebutuhan pokok untuk pemenuhan gizi ideal harus dikorbankan. Tak ayal, hingga separuh dari anggaran kebutuhan sehari-hari harus direlakan untuk jatah pembelian rokok.

Thumbnail Konsumsi Rokok saat Pandemi.jpeg

Kajian Perilaku Merokok dan Implementasi Rumah Bebas Asap Rokok di Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia

Kajian ini diinisiasi oleh peneliti dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia dan Komnas PT pada tahun 2020. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku merokok serta melihat implementasi rumah bebas asap rokok pada masa pandemi COVID-19. Metode kajian yang dilakukan berupa survei dengan pengumpulan data mix method kualitatif dan kuantitatif.

 

Kajian ini menemukan bahwa 49,8% responden mengaku pengeluaran uang yang tetap untuk membeli rokok meski pada saat pandemi. Akan tetapi terdapat 13,1% yang mengaku meningkat pengeluaran rokoknya saat pandemi. Mayoritas dari responden yang meningkat pengeluaran rokoknya (77,14%) berasal dari responden dengan penghasilan kurang dari Rp 5.000.000 dan terdapat (9,8%) responden yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 2.000.000.

bottom of page